Hadapi Musim Hujan, Dirut BPJS Kesehatan Waspadai Lonjakan DBD
JAKARTA,
Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat adanya lebih dari 166.000 kasus demam dengue pada paruh kedua tahun 2025. Padahal, saat ini sebagian besar wilayah Indonesia belum memasuki musim hujan. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit demam dengue (DBD) telah menjadi ancaman serius yang perlu diwaspadai.
Direktur Utama BPJS, Prof. Ali Ghufron Mukti MSc, PhD, menyampaikan bahwa pentingnya mewaspadai penyakit demam dengue karena potensi kematian dan beban ekonomi yang besar. Menurut data BPJS, lebih dari 166 ribu peserta BPJS Kesehatan terkena demam berdarah dengue, dengan 59 persen di antaranya adalah peserta berusia kurang dari 20 tahun. Angka ini sangat tinggi, sehingga semua pihak harus bekerja sama untuk mengatasi masalah ini.
“Angka ini sangat besar, sehingga semua pihak seharusnya bergerak bersama untuk terlibat mengatasi demam berdarah dengue,” ujar Ali Ghufron dalam acara di Jakarta (2/11/2025). Ia menambahkan bahwa dengan jumlah pasien demam dengue yang terus meningkat, beban biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan untuk perawatan cukup tinggi.
Untuk rawat jalan, biayanya berkisar antara Rp 200.000 hingga 300.000 per orang. Sedangkan untuk rawat inap rata-rata sebesar Rp 4,5 juta rupiah. Dengan jumlah pasien sebanyak 166.000 orang, maka total biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk perawatan demam dengue hingga pertengahan tahun 2025 mencapai lebih dari Rp 700 miliar.
Ali Ghufron menekankan bahwa setiap tahun jumlah pasien demam dengue terus meningkat. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk melakukan pencegahan, terlebih saat ini Indonesia akan memasuki puncak musim hujan dan banyak daerah dilanda banjir.
“Kita harus mulai promosi perubahan perilaku di masyarakat, dengan membersihkan tempat-tempat genangan air yang jadi tempat berlindungnya nyamuk. Kami tentu senang kalau angka DBD bisa diturunkan,” ujarnya.
Dorong Pencegahan DBD
BMKG memprediksi bahwa musim hujan 2025/2026 di Indonesia akan dimulai lebih awal pada bulan Agustus di beberapa wilayah, dengan puncaknya diperkirakan antara November dan Desember 2025, serta Januari hingga Februari 2026 di Kalimantan bagian timur. Hal ini meningkatkan risiko bahaya hidrometeorologi, termasuk banjir, tanah longsor, dan angin kencang, faktor yang dapat mempercepat perkembangbiakan nyamuk dan memperluas penularan penyakit seperti dengue.
Derek Wallace, President, Global Vaccine Business Unit, Takeda Pharmaceuticals, menyatakan bahwa dalam lima tahun terakhir, dunia mengalami peningkatan signifikan kasus dengue, terutama di kawasan Amerika. Hingga akhir April 2024, lebih dari 7,6 juta kasus telah dilaporkan ke Badan Kesehatan Dunia (WHO), termasuk lebih dari 16.000 kasus berat dan lebih dari 3.000 kematian.
Ketua Harian Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue, dr. Asik Surya MPM, mengatakan bahwa mengingat kondisi cuaca saat ini, risiko penularan dengue berpotensi meningkat. Jumlah daerah endemis naik menjadi 471 pada 2025, dan hampir semua kabupaten/kota telah melaporkan kasus.
Penasihat Satuan Tugas Imunisasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Prof. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD, KAI, mengatakan pencegahan dan deteksi dini merupakan langkah krusial untuk mencegah kondisi darurat medis. Ia juga menekankan pentingnya memperluas cakupan imunisasi sebagai bagian dari strategi pencegahan yang komprehensif.
“Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI telah merekomendasikan vaksin dengue ke dalam jadwal imunisasi dewasa untuk bisa melindungi orang dewasa dan lanjut usia. Pencegahan dengue adalah tanggung jawab bersama lintas kelompok usia, dan hanya dapat dicapai melalui kesadaran kolektif serta aksi yang terkoordinasi,” kata Prof. Samsuridjal.

