Fashion 

Jeans yang Dihidupkan Kembali: Kisah Desainer Muda Jakarta Mengubah Limbah Menjadi Mode

Tren Mode Cepat dan Dampaknya pada Lingkungan

Di tengah derasnya tren mode cepat (fast fashion) yang membuat pakaian murah silih berganti di pasaran, denim, bahan yang dulu jadi simbol ketangguhan dan gaya, kini justru menjadi salah satu penyumbang limbah tekstil terbesar di dunia. Celana atau pakaian lain berbahan jeans yang dulu setia menemani pemiliknya bertahun-tahun kini lebih sering berakhir di tempat pembuangan daripada mendapat kesempatan hidup kedua.

Namun di tangan sekelompok perajin dan desainer muda Jakarta, kain-kain denim itu mendapat napas baru. Melalui inisiatif kreatif bertajuk Biru Jadi Baru, mereka mengubah pakaian bekas berbahan jeans menjadi karya mode berkarakter yang menyatukan keindahan, keberlanjutan, dan budaya lokal.

Inisiatif Berbasis Keberlanjutan

Inisiatif ini lahir dari ENDE, jenama lokal yang dikenal mengusung konsep fashion with purpose, menjadikan mode bukan sekadar gaya hidup, tetapi juga medium untuk berdialog dengan bumi. “Kami percaya keberlanjutan bukan cuma tentang bahan ramah lingkungan, tapi tentang menghargai kembali apa yang sudah ada,” ujar Novita Dewi, pendiri ENDE yang konsisten mengusung fesyen etis dan ramah lingkungan.

Melalui program donasi denim, ENDE mengumpulkan pakaian bekas masyarakat untuk diolah kembali. Bahan-bahan itu dipadukan dengan kulit asli dan diolah menggunakan teknik laser cut, menghasilkan tekstur unik dan otentik setiap potongannya. Di balik setiap jahitan, tersimpan kisah tentang hubungan manusia dengan alam dan waktu.

Koleksi yang Menggambarkan Jiwa Jakarta

Proses kreatif ini kemudian melahirkan koleksi yang ditampilkan di Jakarta Fashion Week 2026, didukung dua jenama lokal lain, Metaflora dan Thaja, yang juga menonjolkan eksplorasi material alami serta desain berkelanjutan. Namun, yang membuat Biru Jadi Baru istimewa bukan hanya transformasi bahan bekas menjadi busana bergaya, melainkan jiwa Jakarta yang menginspirasi setiap desain.

“Kami terinspirasi dari elemen arsitektur Betawi, seperti motif gigi balang dan bentuk atap rumah Betawi. Semua kami terjemahkan menjadi potongan dan layer modern,” ujar Bianca Victoria, co-founder ENDE sekaligus Wakil I None Jakarta 2023, yang mengarahkan konsep visual dan narasi budaya koleksi ini.

Kehadiran Bianca bersama sang ibu, Novita Dewi, menjadi simbol kolaborasi lintas generasi. Pengalaman dan idealisme berpadu dalam visi yang sama, membangun mode yang peduli bumi.

Dampak Industri Fesyen terhadap Lingkungan

Menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP), industri fesyen menyumbang sekitar 10 persen emisi karbon global dan menjadi salah satu penghasil limbah air terbesar di dunia. Dari seluruh bahan tekstil yang diproduksi tiap tahun, lebih dari separuh berakhir di tempat pembuangan tanpa sempat didaur ulang.

Denim, meski tahan lama, termasuk salah satu bahan paling boros air dan energi dalam proses produksinya. Untuk satu celana jeans, dibutuhkan lebih dari 7.000 liter air, setara dengan kebutuhan air minum satu orang selama tujuh tahun.

Harapan Masa Depan

Melalui proyek semacam itu, para desainer muda berharap dapat mengubah persepsi masyarakat terhadap pakaian bekas, sekaligus menginspirasi gerakan mode yang lebih sadar lingkungan. Dengan menggabungkan kreativitas, keberlanjutan, dan nilai budaya lokal, mereka menunjukkan bahwa mode bisa menjadi alat perubahan positif.

Dalam upaya ini, ENDE dan mitra-mitranya tidak hanya menciptakan produk yang indah, tetapi juga memberikan pesan penting tentang tanggung jawab terhadap lingkungan dan penghargaan terhadap sumber daya yang sudah ada. Ini adalah langkah kecil menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Related posts

Leave a Comment